Artikel Berjudul: Mengedit blog biar SEO friendly di www.hazel7b.co.cc MENGGAPAI KEBERKAHAN: 2010 | Sukses Bersama | Mandiri Barokah Artikel Berjudul: Mengedit blog biar SEO friendly di www.hazel7b.co.cc Artikel Berjudul: Mengedit blog biar SEO friendly di www.hazel7b.co.cc

Dahsyat

YALAQOLBIN khabib syech abdulqodir assegaf




Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hubun Nabiyy- Nasheed




Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Mengenang Akhlak Nabi Muhammad SAW

Nadirsyah Hosen

Setelah Nabi wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, Òceritakan padaku akhlak MuhammadÓ. Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, Òceritakan padaku keindahan dunia ini!.Ó Badui ini menjawab, Òbagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini...Ó Ali menjawab, Òengkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)Ó

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi yang sering disapa ÒKhumairahÓ oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-QurÕan (Akhlaknya Muhammad itu Al-QurÕan). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi itu bagaikan Al-QurÕan berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan QurÕan. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-MuÕminun[23]: 1-11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi, Aisyah hanya menjawab, Òah semua perilakunya indah.Ó ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. ÒKetika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, ÔYa Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.Õ Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, Òmengapa engkau tidur di sini.Ó Nabi Muhammmad menjawab, Òaku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.Ó Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi mengingatkan, Òberhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya.Ó Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul memanggilnya. Rasul memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi.

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.

Nabi Muhammad juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul selalu memujinya. Abu Bakar-lah yang menemani Rasul ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sakit. Tentang Umar, Rasul pernah berkata, Òsyetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain.Ó Dalam riwayat lain disebutkan, ÒNabi bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (taÕwil) mimpimu itu? Rasul menjawab ilmu pengetahuan.Ó

Tentang Utsman, Rasul sangat menghargai Ustman karena itu Utsman menikahi dua putri nabi, hingga Utsman dijuluki dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. ÒAku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.Ó Òbarang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik.Ó

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah...ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.

Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad. Buktinya, dalam Al-QurÕan Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad, Allah menyapanya dengan ÒWahai NabiÓ. Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Para sahabatpun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap rasul. Mereka ingin Rasul menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: ÒAngkat Al-QaÕqa bin MaÕbad sebagai pemimpin.Ó Kata Umar, ÒTidak, angkatlah Al-AqraÕ bin Habis.Ó Abu Bakar berkata ke Umar, ÒKamu hanya ingin membantah aku saja,Ó Umar menjawab, ÒAku tidak bermaksud membantahmu.Ó Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: ÒHai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya (al-hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, ÒYa Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia.Ó Umar juga berbicara kepada Nabi dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin RabiÕah. Ia berkata pada Nabi, ÒWahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kamiÓ

Nabi mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, ÒSudah selesaikah, Ya Abal Walid?Ó ÒSudah.Ó kata Utbah. Nabi membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi dengan sabar mendegarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!

Ketika Nabi tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi bahwa Nabi akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya N abi. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi? ÒKembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu.Ó Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi telah menyerap di sanubari kita atau tidak.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi berkata pada para sahabat, ÒMungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!Ó Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, ÒDahulu ketika engkau memeriksa barisa di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini.Ó Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap ÒmembereskanÓ orang itu. Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah Nabi. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi keheranan ketika Nabi meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi. Nabi berkata, Òlakukanlah!Ó Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, ÒSungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah.Ó Seketika itu juga terdengar ucapan, ÒAllahu AkbarÓ berkali-kali. sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sebelum Allah memanggil Nabi.

Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia. Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. NaÕudzu billah.....

Nabi Muhammad ketika saat haji WadaÕ, di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, ÒNanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?Ó Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi melanjutkan, ÒBukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah ku sampaikan pada kalian wahyu dari Allah.....?Ó Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, Òbenar ya Rasul!Ó

Rasul pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, ÒYa Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!Ó. Nabi meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah.ÒYa Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlahÓ


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS





Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah Inspiratif



Thariq Bin Ziyad: Sang Penakluk Andalusia Rabu, 30 Juni 2010 19:19:23 Kisah itu begitu melegenda meski telah berlalu sekitar 1400 tahun lalu. Di sebuah tepian pantai Spanyol, seorang laki-laki gagah berteriak lantang. Suaranya menggelegar, mengalahkan deburan ombak laut. Di hadapannya, sebanyak 7000 orang mendengarkan dengan seksama. “Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?” Itulah penggalan dari sebuah pidato yang sedemikian menggetarkan, yang diucapkan oleh seorang panglima pasukan muslim yang bernama Thariq bin Ziyad. Ia mengucapkan pidato tersebut sesaat setelah tentara muslim memasuki daratan Andalusia (Spanyol) dan dihadang oleh para tentara kafir. Senin, 3 Mei 711 M, Thariq membawa 70.000 pasukannya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar -diambil dari bahasa Arab “Jabal Thariq”, Bukit Thariq. Lalu ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki. Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain. Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!” Kini pasukannya paham. Mereka menyambut panggilan jihad Panglima Perang mereka itu dengan semangat berkobar. Lalu Thariq melanjutkan briefingnya. “Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan. Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit. Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulan untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidka bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita. Kita harus bahu membahu. Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya. Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa lalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.” Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu. Musa bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq hanya dengan 5.000 orang. Sehingga total pasukan Thariq hanya 12.000 orang. Ahad, 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di muara Sungai Barbate. Pasukan muslimin yang kalah banyak terdesak. Julian dan beberapa orang anak buahnya menyusup ke kubu Roderick. Ia menyebarkan kabar bahwa pasukan muslimin datang bukan untuk menjajah, tetapi hanya untuk menghentikan kezaliman Roderick. Jika Roderick terbunuh, peperangan akan dihentikan. Usaha Julian berhasil. Sebagian pasukan Roderick menarik diri dan meninggalkan medan pertempuran. Akibatnya barisan tentara Roderick kacau. Thariq memanfatkan situasi itu dan berhasil membunuh Roderick dengan tangannya sendiri. Mayat Roderick tengelam lalu hanyat dibawa arus Sungai Barbate. Terbunuhnya Roderick mematahkan semangat pasukan Spanyol. Markas pertahanan mereka dengan mudah dikuasai. Keberhasilan ini disambut gembira Musa bin Nusair. Baginya ini adalah awal yang baik bagi penaklukan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa. Setahun kemudian, Rabu, 16 Ramadhan 93 H, Musa bin Nusair bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Dalam perjalanan ia berhasil menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla. Sementara pasukan Thariq memabagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Ia sendiri membawa sebagian pasukannya menaklukkan Toledo, ibukota Spantol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan. Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Perancis. Hanya dalam waktu 2 tahun, seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan Al-Gharb (Barat). Sungguh itu keberhasilan yang luar biasa. Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada kekuatan dari mana pun yang bisa menghadap mereka. Namun, niat itu tidak tereaslisasi karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus. Thariq pulang terlebih dahulu sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol. Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin Ziyad ditakdirkan Allah swt. tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan menghembuskan nafas. Thariq bin Ziyad telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai putra asli Afrika Utara muslim yang menaklukkan daratan Eropa. Begitu harumnya nama Thariq, sampai-sampai namanya diabadikan sebagai nama semenanjung perbukitan karang setinggi 425 m di pantai tenggara Spanyol: Gibraltar atau Jabal Tariq. Thariq bin Ziyad berasal dari bangsa Barbar. Mengenai sukunya, para sejarawan masih berbeda pendapat; apakah dari suku Nafza ataukah suku Zanata. Ia bekas seorang budak yang kemudian dimerdekakan oleh Musa bin Nushair, Gubernur Afrika Utara. Di tangan Musa inilah ia memeluk agama Islam bersama orang-orang Barbar lainnya yang tunduk di bawah kekuasaan Musa setelah menaklukkan daerah Tanja di ujung Maroko. Kisah Thariq yang melegenda itu berawal dari kesewenang-wenangan Raja Roderick yang berkuasa di Spanyol. Raja Roderick yang berasal dari bangsa Gotic, berkuasa dengan lalim. Ia membagi masyarakat Spanyol ke dalam lima kelas sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat. Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi. Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Mereka paling menderita hidupnya. Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol tidak kerasan. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara. Di sini di bawah Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda -yang dinodai Roderick-ikut mengungsi. Melihat kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa. Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama. Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang kedua. Pengiriman itu berakhir sukses dengan diawali oleh pidato Thariq bin Ziyad yang membakar semangat pasukannya. (Faza Fauzan


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah Inspiratif



Ibnu Batuta: Tekad Baja, Taklukkan Dunia
Rabu, 30 Juni 2010 14:39:44


Namanya dikenal sebagai muslim penjelajah terbesar sepanjang sejarah. Minimnya transportasi tak menghalanginya untuk bertamasya dan berziarah. Meski, untuk itu, ia harus kuat dan tabah. Bayangkan, saat itu, ia telah menempuh perjalanan berjarak 75.000 mil, rekor yang tak ada duanya. Ia telah melintas batas dari jazirah Arabia hingga Asia, bahkan Eropa. Para ahli sejarah menyejajarkan namanya dengan Marcopolo, Hsien Tsieng, Drake dan Magellan yang dikenal sebagai para penakluk dunia.

Dialah Ibnu Batuta. Lahir pada 24 Februari 1304 M di daerah Tangiers, Maroko, Afrika Utara. Ia masih keturunan suku Barbar di Lawata. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Abdillah al-Lawati al-Tanji. Ia besar dalam keluarga cerdik pandai. Keluarganya dikenal sebagai pemasok ahli yurisprudensi dan banyak yang menjadi Qadhi (hakim). Batuta kecil banyak belajar fikih dan sastra. Ia tekun, cerdas dan berwawasan luas.

Pada 14 Juni 1325, ia pergi meninggalkan Tangiers untuk menunaikan ibadah haji. Waktu itu, usianya baru 21 tahun. Ia menyeberangi Tunisia dan hampir seluruh perjalanannya ditempuh dengan jalan kaki. Tentunya, ini rekor tersendiri. Medan yang dilalui begitu sulit. Transportasi pun berbelit. Tak banyak yang diandalkan. Tanpa tekad yang kuat, tak mungkin perjalanan itu ditempuh.

Ia tiba di Alexandria, Mesir, pada 15 April 1326. Di situ, Batuta menghadap Sultan Alexandria. Karena perjalanan yang ditempuh begitu jauh, Sultan memberinya uang untuk bekal perjalanan. Ia pergi ke Mekkah melalui Kairo, Aidhab sampai Laut Merah. Namun, rute itu banyak penyamunnya. Ia pun kembali ke Kairo dan meneruskan perjalanannya lewat Gaza, Palestina, Hamah, Aleppo serta Damaskus.

Akhirnya, ia sampai di Mekkah pada Oktober 1326. Selama menunaikan ibadah haji, ia bertemu dengan kaum muslim dari berbagai perjuru dunia. Ia melihat aneka suku yang berbeda. Beragam bahasa yang tidak sama. Serta variasi budaya yang beraneka. Hal itu cukup menakjubkannya. Ia tak puas hanya melihat sekilas. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk menimba pengalaman ke mancanegara. Dan, untuk itu, ia membatalkan keinginannya untuk pulang. Meski dihunjam rindu yang tak kepalang.

Bertekad Menjelajah Dunia

Mengawali penjelajahannya, ia menyeberangi gurun pasir Arabia. Sampailah ia di Persia (Irak dan Iran). Dari situ, ia sekali lagi pergi ke Damaskus, menuju Mosul dan, kembali lagi ke Mekkah. Batuta pun menunaikan ibadah haji yang kedua kali. Ia malah sempat bermukim di sana selama tiga tahun (1328-1330). Dari Mekkah, ia berlayar ke Somalia menuju pantai-pantai Afrika Timur, termasuk Zeila dan Mambasa. Kemudian, ia meneruskan perjalanannya ke Oman, Hormuz (Teluk Persia) dan Pulau Dahrain. Ia pun menyempatkan diri untuk ke Mekkah dan menunaikan ibadah haji yang ketiga kali pada 1332. Istirahat sebentar, Batuta kembali mengarungi samudera melewati Laut Merah, melewati Nubia, Nil Hulu, Kairo, Syiria dan tiba di Lhadhiqiya. Sesudah itu, ia kembali berlayar menaiki kapal Genoa ke Alaya (Candelor) di pantai Selatan Asia Kecil.

Tak lama berselang, ia melanjutkan perjalanan darat di jazirah Anatolia sampai akhirnya tiba di Sanub (Sinope), sebuah pelabuhan di Laut Hitam. Lalu, ia naik sebuah kapal Yunani menuju Caffa dan menyeberangi Laut Azow sampai ke stepa-stepa di Rusia Selatan. Bahkan, konon, ia sampai di ke Istana Sultan Muhammad Uzbeg Khan di Serai. Tak berhenti di situ, Batuta melanjutkan perjalanan ke utara menuju Balghar di Siberia untuk merasakan pendeknya malam musim panas dan ingin mengalami perjalanan di ‘Tanah Gelap’ (Rusia paling utara). Namun, hal ini urung karena iklim yang teramat dingin.

Ia pun kembali ke Balghar dan diminta mengawal permaisuri Sultan Uzbeg Khan, Khantun Pylon, ke Konstantinopel (Byzantium). Di sana, ia menyempatkan diri menghadap Kaisar Byzantium, Audranicas III (1328-1341). Dari Byzantium, Batuta kembali ke Serai untuk pamit kepada Uzbeg Khan. Lalu, ia menuju ke Bukhara. Terus ke Persia Utara dan Afghanistan, sampai akhirnya tiba di Kabul. Setelah itu, pria Maroko ini menyusuri sungai Sind dan tiba di Bakkar. Lalu, ia berjalan melewati kota Uja (Uch), pusat dagang di tepi Sungai Indus dan sampai di Multan. Dari Multan, ia melanjutkan perjalanan ke Delhi. Jaraknya cukup jauh dan bisa ditempuh kira-kira 40 hari perjalanan.

Sebelum tiba di Delhi, ia sempat singgah di Ajudhan (Pakpattan), sebuah kota kecil tempat mukim Syekh Fariduddin yang saleh. Ia lalu menghadap beliau. Di sini, untuk pertama kalinya ia melihat ‘Sati’. Sesampainya di Delhi, ia ditunjuk menjadi Qadhi negara oleh Sultan Muhammad Tughlaq. Ia tinggal selama delapan tahun di Delhi. Kemudian, ia dilantik oleh Sultan untuk menjadi Duta Besar di Kerajaan China. Namun kemalangan menimpanya. Dalam perjalanan, ia dirampok oleh para penyamun di Jalali dekat Aligarh. Harta dirampas, ia pun ditawan. Berkat pertolongan orang misterius, ia bebas dari hukuman dan kembali berlayar menuju Calicut. Tapi, derita kembali menerpanya. Semua barang bawaannya musnah karena kapalnya tenggelam. Sebab itu, Batuta tak kembali ke Delhi. Ia melanjutkan perjalanan ke Maladewa.

Pada 1344, ia mengunjungi Sri Lanka. Lalu, ia berlayar ke timur. Sekitar 43 hari kemudian, tibalah Batuta di Chittagong, Dacca dan Sumatra. Di Sumatra, ia tinggal selama 15 hari sebagai tamu sultan. Dari Sumatra ia kembali berlayar menuju Malaya dan mendarat di Amoy, China. Dari sini, putra Tangiers itu memutuskan membalik perjalanannya. Lewat Sumatra, Malabar, India, Oman dan Persia, menyeberangi padang pasir Palmyra, sampai di Damaskus. Dari situ, Batuta kembali bersimpuh di depan Ka’bah untuk keempat kalinya pada 1348. Pasca menunaikan haji ini, ia menyambung perjalanan melewati Yerussalem, Gaza, Kairo dan Tunisia. Lalu, ia naik perahu menuju Maroko. Ia sempat mengunjungi Dardinia dan tiba di Fez, ibu kota Maroko pada 8 November 1349.

Sebelum benar-benar menetap di Maroko, ia menjelajah lagi. Tercatat, ia melakukan perjalanan dua kali. Pertama, ia menyeberangi gurun pasir Sahara di Afrika Tengah hingga mencapai Timbuktu. Kedua, ia menyambangi Eropa, terutama Spanyol, Romawi timur serta Rusia Selatan. Ia kembali ke Fez pada 1354 dan menetap di sana.

Merenda Pengalaman Lewat Tulisan

Perjalanan panjang yang ditempuh oleh Ibnu Batuta memang mengesankan. Banyak hal ia alami. Ragam kehidupan ia selami. Diperkirakan, jarak yang ia tempuh sejauh 75.000 mil telah melampaui rekor perjalanan Marcopolo. Sepanjang kelananya, ia telah mengunjungi hampir seluruh negara muslim di tiga benua, Asia, Afrika, dan Eropa. Dan sering kali, Batuta bertemu dengan para pemimpin negara-negara itu. Banyak pengalaman menarik yang enak untuk disimak.

Di antaranya adalah perjalanan Batuta ke daerah Kabul, Afghanistan. Di pegunungan Hindu Kush, ia bertemu dengan seseorang yang, konon, berusia 350 tahun. Lebih aneh lagi, menurut penuturan orang itu, gigi barunya tumbuh setiap seratus tahun. Di daerah Sind, ia juga menyaksikan hal yang menakjubkan. Ia melihat seekor badak untuk pertama kalinya di sana. Ia juga bertemu dengan suku ‘Samira’ yang mendiami daerah Janani. Menurut Batuta, mereka tidak pernah makan bersama orang lain. Tidak mau pula menikah dengan orang di luar marga mereka.

Di Siwasitan, masih daerah Sind, ia juga menyaksikan pemandangan unik. Kota itu terletak di tengah gurun pasir yang luas. Tak ada tanaman yang tumbuh di sana kecuali labu. Makanan penduduk daerah itu adalah sorgum dan kacang polong yang dibuat roti. Di samping ikan dan susu kerbau, mereka juga makan sejenis kadal yang diawetkan dengan kurkum (sejenis kunyit). Batuta pernah mencoba memakannya. Namun, ia merasa jijik hingga urung makan.

Di Ajudhan, untuk kali pertama, Batuta menyaksikan ‘Sati’. Waktu itu, ia sedang berkunjung ke rumah Syekh Fariduddin. Tapi, tiba-tiba, banyak orang bergegas keluar. Batuta pun bertanya, ada apa gerangan. Mereka menjawab, ada seorang Hindu yang baru saja meninggal. Maka, dipersiapkanlah api untuk membakar jenazahnya. Yang mencengangkan, sang istri akan turut membakar diri bersama jenazah suaminya. Ia sempat menyaksikannya. Ia juga melihat kaum Hindu yang mandi di sungai ‘suci’ Gangga.

Perjalanannya menuju Sumatra juga memukau. Batuta bercerita, dalam perjalanan itu, ia dan kawan-kawannya merasakan laju angin yang segar. Laju angin tersebut membawa kapal yang mereka tumpangi menyeberangi lautan China. Hingga tiba-tiba, mereka dikejutkan oleh angin kencang yang menggoncang kapal. Seketika, cuaca berubah gelap. Hujan pun turun lebat. Hal ini berlangsung terus menerus. Selama sepuluh hari, mereka tidak dapat melihat matahari. Kapal terus berlayar hingga memasuki sebuah lautan yang tak dikenal. Para penumpang pun resah. Mereka ingin kembali ke China. Namun, karena cuaca yang tidak bersahabat dan tersesat di daerah asing, mereka pun pasrah. Selama 42 hari, mereka terapung di atas lautan tanpa arah. Keesokan harinya, saat fajar menyingsing, mereka terkejut. Ada gunung besar di depan mereka. Gunung itu berjarak 20 mil dari kapal yang mereka tumpangi.

Maka semua penumpang pun berdo’a dan memohon kepada Allah agar dijauhkan dari berbagai macam malapetaka. Ternyata, Allah mengabulkan doa mereka. Angin berhenti, perlahan tapi pasti. Suasana pun kembali tenang. Anehnya, mereka melihat gunung itu meninggi dan terbang ke angkasa. Sehingga matahari yang tadinya bersembunyi di balik gunung itu tampak kembali. Setelah diteliti, ternyata, gunung itu adalah burung al-Ruhk. ” Seandainya burung itu melihat kita, maka dia akan melahap dan memangsa kita,” tutur mereka. Akhirnya, mereka pun tiba di Sumatera setelah dua bulan terapung di atas laut yang mengerikan.

Di Sumatera, khususnya di Samudra Pasai, ia disambut oleh Amir (panglima) Daulasah, Qadhi Syarif Amir sayyir asy-Syirazi, Tajuddin al-Asbahani dan beberapa ahli fikih, atas perintah Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345). Menurut Batuta, Sultan Mahmud adalah penganut madzhab Syafi’i yang giat menyelenggarakan pengajian, pembahasan dan muzakarah keagamaan. “Sultan sangat rendah hati dan berangkat ke masjid untuk shalat Jum’at dengan berjalan kaki. Selesai shalat, Sultan dan rombongannya biasa berkeliling kota melihat keadaan rakyatnya,” ujarnya.
Karena terpikat, Sultan Abu Enan dari Maroko meminta Batuta untuk mendiktekan perjalanannya kepada juru tulis sultan, Ibnu Jauzi, untuk ditulis. Catatan tersebut sangat rinci dan menyentuh. Hasil transkrip ini selesai pada 13 Desember 1355. Kemudian dibukukan dan diberi judul Tuhfat al-Nuzzar fi Ghara’ib al-Amsar wa Aja’ib al-Asfar (Hadiah bagi Para Pengamat yang Meneliti Keajaiban-keajaiban Kota dan Keanehan-keanehan Perjalanan). Buku ini kemudian dikenal dengan sebutan Rihlat Ibn Batuta atau Rihla (Perjalanan).

Buku ini begitu memukau banyak pengamat di seluruh dunia. Buku ini pun diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Di antaranya, bahasa Inggris, Prancis, Latin, Portugis, Jerman dan Persia. Tak heran, sebab, buku perjalanan Batuta adalah buku pengetahuan. Setiap detil cerita adalah rujukan peradaban. Meski ada sejumlah sejarawan yang meragukan kebenaran perjalanan Batuta, sebagian besar mengapresiasinya. Mereka menyebut bahwa cerita Batuta benar dan jujur meski sederhana.

Pada 1377 M, Batuta meninggal dunia. Namun, ia dikenang sepanjang masa. Selama 24 tahun mengelana, ia telah mengarungi Asia, Afrika dan Eropa. Ia adalah penjelajah terbesar sebelum mesin uap ditemukan. Ia telah menggoreskan tinta emas peradaban. Dengan tekad baja, ia menaklukkan dunia. (M. Khoirul Muqtafa)


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS